JAKARTA - Monang Sagala, Kuasa Hukum eks Direktur Utama (Dirut) PT. Garuda Indonesia Emirsyah Satar menilai perkara yang menjerat kliennya nebis in idem, sehingga dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) harus dinyatakan tidak dapat diterima.
"Saat ini berdasarkan hasil penyidikan di Kejaksaan Agung Pak Emir didakwa melakukan korupsi dalam dua peristiwa yaitu peristiwa pengadaan pesawat Bombardier (CRJ 1.000) dan peristiwa pengadaan pesawat ATR 72-600. Padahal persoalan itu sudah disidangkan saat perkaranya ditangani oleh KPK, jelas dakwaan Jaksa nebis in idem, " kata Monang Sagala usai sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (23/10/2023).
Baca juga:
Catatan Akhir Tahun KPK Menyongsong 2022
|
Monang mengungkapkan, dalam persidangan yang pertama tahun 2021 (penyidikan di KPK), Emirsyah Satar didakwa melakukan korupsi dalam lima peristiwa. Pertama, perawatan mesin Rolls Royce, pengadaan pesawat Airbus A-330-300, peristiwa pengadaan pesawat Airbus A320, peristiwa pengadaan pesawat Bombardier (CRJ 1.000) dan peristiwa pengadaan pesawat ATR 72-600.
"Jelas peristiwa yang menjadi obyek dakwaan sama. Rangkaian perbuatan materialnya juga sama dan tidak terpisahkan. Subyek dakwaan sama. Locus Delicti dan Tempus Delicti-nya juga sama, " ujarnya.
Dalam sidang tahun 2021, lanjutnya, kliennya juga sudah diputus terbukti merugikan keuangan negara, sehingga dihukum membayar uang pengganti. Bahkan dalam sidang sudah dikenakan Pasal 65 KUHP tentang perbarengan atau concursus.
"Sehingga secara hukum seluruh hukuman terhadap Pak Emir dalam lima peristiwa tersebut sudah terserap atau absorpsi, tidak boleh dihukum ulang, itu pelanggaran HAM. Dalam perkara genosida saja asas nebis in idem masih berlaku, apalagi perkara korupsi, " sebutnya.
Dalam eksepsi berjudul "Mencari Kambing Hitam", Monang menyebut hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menjadi dasar dakwaan telah dibuat secara melawan hukum dan menyesatkan. Hal itu bertentangan dengan Laporan Tahunan PT. Garuda Indonesia.
"Sengaja dibuat untuk "meng-kambing hitam-kan" klien kami. BPKP sengaja mengesampingkan fakta bahwa peristiwa pengadaan pesawat Bombardier (CRJ 1.000) dan ATR 72-600 terjadi untuk mewujudkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor: 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, " jelasnya.
BUMN memiliki fungsi sosial, misalnya proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung, pada awal bulan Oktober 2023 Presiden RI menerangkan bahwa “tak akan balik modal sampai kiamat”. Proyek kapal feri di daerah terpencil juga banyak yang rugi tapi tetap dilanjutkan. Apakah suatu saat akan diaudit juga oleh BPKP dan diperkarakan.
Prof. Juajir Sumardi, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin, Prof. Jamin Ginting, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Pelta Harapan, M. Fatahillah Akbar, Pakar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada, Abdul Fickar, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti dan Halius Hosen, Mantan Ketua Komisi Kejaksaan RI dalam Webinar tanggal 14 Oktober 2023 berpendapat yang sama bahwa perkara Pak Emir pada saat ini melanggar asas nebis in idem. Lebih lanjut Halius Husen, Mantan Ketua Komisi Kejaksaan menyatakan penyesalan atas terjadinya pelanggaran asas nebis in idem dalam perkara Pak Emir, padahal seharusnya ada mekanisme ketat di Kejaksaan Agung.
"Kami berharap pengadilan sebagai benteng terakhir akan memberikan putusan seadil-adilnya dalam putusan sela sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. 3 tahun 2022 tentang Penanganan Perkara yang berkaitan dengan Azas Nebis In Idem yang memberikan kewenangan kepada Majelis Hakim untuk memperhatikan penerapan asas nebis in idem dalam putusan sela.
Sebagai informasi, agenda sidang yang digelar Pengadilan Tipikor, Senin (23/10/2023) adalah tanggapan JPU atas eksepsi tim penasihat hukum Emirsyah Satar yang telah disampaikan pada Senin (10/10/2023) lalu. (Red)