Serang - Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) gandeng IJPL Gelar Focus Group Discussion (FGD) Hak Imunitas Jaksa Dalam Sistem Peradilan. FGD Session Mahupiki membahas tentang hak imunitas jaksa dalam sistem peradilan pidana, perlindungan profesi atau ancaman terhadap akuntabilitas.
Hadir dalam kegiatan tersebut:
- Ketum Mahupiki Prof. Dr. Firman Wijaya, SH, MH
- Pakar Hukum Pidana Universitas Pelita Harapan (UPH) Prof. Dr. Jamin Ginting, SH, MH
- Praktisi Hukum Shanty Wildhaniyah, SH, MH
- Anggota Mahupiki Banten Basuki, SH, MM, MH
- Ketum IJPL Prof. Dr. Dadang Herli Saputra, SIP, SH, SS, MH, Msi, Mkn
Dalam diskusi itu, Prof. Dr. Jamin Ginting, pakar hukum pidana Universitas Pelita Harapan, menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 8 Ayat 5 UU Kejaksaan, sebelum seorang jaksa dituntut atau dikenai tindakan hukum seperti penggeledahan, penyitaan, dan penahanan, harus ada izin dari Jaksa Agung.
Prof. Jamin menyoroti dampak aturan ini terhadap asas persamaan di hadapan hukum.
Ia mempertanyakan apakah hak imunitas ini dapat menghambat kewenangan lembaga lain, misalnya jika penyidik kepolisian ingin melakukan penahanan terhadap jaksa yang diduga melakukan tindak pidana.
"Jika harus meminta izin ke Jaksa Agung terlebih dahulu, ini bisa memperlambat proses hukum, " tegasnya.
Ia juga membandingkan dengan kasus tindak pidana korupsi, dimana kewenangan pemberian izin terhadap anggota DPR sudah dihapuskan.
Menurutnya, seharusnya tindakan hukum terhadap jaksa juga cukup dengan pemberitahuan, bukan izin yang bersifat mengikat.
Diskusi semakin memanas ketika muncul pertanyaan dari peserta tentang risiko penyalahgunaan aturan ini.
Basuki, anggota Mahupiki Banten, menegaskan bahwa imunitas jaksa tidak boleh menjadi benteng perlindungan bagi oknum yang melanggar hukum.
"Jika ada jaksa yang melanggar hukum, harus ada mekanisme yang lebih cepat tanpa bergantung pada izin dari pimpinan. Ini soal keadilan bagi masyarakat, " ujar Basuki.
Sebagai langkah tindak lanjut, Mahupiki berencana mengadakan seminar lanjutan untuk mengkaji aturan ini lebih dalam.
Mereka ingin mencari solusi terbaik agar hak imunitas tidak disalahgunakan, tetapi tetap melindungi profesi jaksa dari tekanan yang tidak adil.
Dalam diskusi itu, Prof. Jamin juga mengusulkan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika aturan ini dianggap tidak lagi relevan.
Ia menegaskan bahwa hukum harus melayani kepentingan keadilan, bukan menjadi penghambat proses peradilan.
"Jika memang perlu diubah, harus ada langkah konkret, misalnya melalui judicial review. Ini bukan soal melawan hukum, tapi memastikan hukum bekerja untuk semua warga negara, " katanya.
Dengan berbagai sudut pandang yang muncul, perdebatan soal hak imunitas jaksa masih jauh dari kata selesai.